Rokok, Miras, dan Narkoba dewasa ini menjadi ancaman serius bagi masa
depan generasi muda, para mahasiswa. Betapa tidak, Indonesia kini
berada dalam jajaran Negara darurat rokok dan narkoba.
Jumlah
pengisap rokok menduduki peringkat ketiga sedunia setelah Cina dan
India; sedangkan setiap hari tidak kurang dari 50 orang tewas sia-sia
karena narkoba.
Mayoritas ulama mengharamkan rokok. Namun, fatwa
pengharaman rokok dari MUI tampaknya kurang berdampak signifikan
terhadap para perokok.
Bahkan, para perokok seolah-oleh buta
aksara, tidak bisa membaca dan memahami isi peringatan pada bungkus
rokok itu sendiri yang secara tegas menyatakan, rokok dapat membahayakan
bagi sang perokok maupun orang di sekitarnya. Ironinya, produk yang
jelas-jelas tidak berlabel HALAL ini banyak dikonsumsi umat Islam.
Saat
ini, Indonesia sudah berada dalam darurat rokok. Karena itu, sudah
saatnya semua pihak, terutama calon perokok untuk berpikir ulang,
merokok itu bukan cara hidup yang sehat dan bersih, bahkan cenderung
sia-sia belaka.
Nabi SAW pernah memberi nasehat kepada kita, di antara ciri baiknya keberislaman seseorang adalah meninggalkan apa saja yang tidak berguna atau tidak memberi manfaat (HR. Muslim).
Setidaknya
ada enam dasar pertimbangan yang perlu direnungkan kembali mengenai
perilaku yang seolah-olah menjadi halal (padahal haram) karena dilakukan
banyak orang dan lebih-lebih dicontohkan sebagian ulama dan kyai.
Pertama, merokok termasuk kategori perbuatan khabaits
(buruk, kotor, jorok, dan menjijikkan) yang dilarang dalam QS.
al-A’raf/7: 157. Merokok berarti mengotori diri sendiri dan lingkungan
dengan asap hasil pembakarannya yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
Kedua,
merokok berarti menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan, bahkan merupakan
perbuatan bunuh diri secara perlahan-lahan sehingga perbuatan ini
bertentangan dengan larangan al-Qur’an dalam dua ayat berikut:
“Dan
infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri
sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat
baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS.
al-Baqarah/2: 195).
“Wahai orang-orang yang beriman!
Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil
(tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka
sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh,
Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. an-Nisa’/4:29)
Ketiga,
perbuatan merokok membahayakan diri dan orang lain yang terkena paparan
asap rokok sebab zat adiktif pada rokok itu sangat berbahaya sebagaimana
disepakati oleh para ahli medis dan para akademisi.
Oleh karena
itu, merokok bertentangan dengan prinsip syariah dalam hadits Nabi saw
tersebut, bahwa tidak ada perbuatan membahayakan diri sendiri dan
membahayakan orang lain.
Keempat, rokok diakui sebagai
zat adiktif dan mengandung unsur racun yang membahayakan walaupun tidak
seketika melainkan dalam beberapa waktu kemudian.
Oleh karena itu
merokok termasuk kategori melakukan suatu yang melemahkan sehingga
bertentangan dengan hadis Nabi SAW yang melarang setiap perkara yang
memabukkan dan melemahkan.
Kelima, oleh karena merokok
jelas membahayakan kesehatan bagi perokok dan orang sekitar yang terkena
paparan asap rokok, maka pembelanjaan uang untuk rokok berarti
melakukan perbuatan mubazir (pemborosan) yang dilarang Allah SWT dalam QS al-Irsa’/17: 26-27 tersebut.
Keenam, merokok bertentangan dengan unsur-unsur tujuan syariah (maqashid asy-syari‘ah), yaitu perlindungan agama (hifzhu ad-din), perlindungan jiwa/raga (hifzhu an-nafs), perlindungan akal (hifzhu al-‘aql), perlindungan keluarga (hifzhu an-nasl), dan perlindungan harta (Hifzhu al-mal).
Mengedukasi
para perokok boleh jadi tidak mudah, karena mereka sudah terlanjur
ketagihan dan berketergantungan pada kebiasaan merokok.
Sesuai dengan prinsip agama, tadarruj (bertahap, bergradasi, sedikit demi sedikit) dan at-taysir (memudahkan),
maka pendidikan antirokok harus dilakukan secara gradual agar perokok
berusaha sekuat tenaga untuk mengurangi konsumsi rokoknya secara
perlahan-lahan, hingga akhirnya terbebas dari ketagihan merokok lalu
tidak merokok sama sekali.
Pembiasaan berpikir positif dan
rasional bahwa merokok sebenarnya identik membakar uang dengan sia-sia;
merugikan diri sendiri dan keluarga. Cobalah berhitung sederhana!
Jika
seseorang merokok sebungkus perhari seharga Rp. 10.000,-, dalam sebulan
saudara membakar uang Rp 300.000,-, sehingga dalam setahun berarti Rp.
3.600.000,- Padahal jumlah itu bisa untuk memenuhi kebutuhan lain yang
lebih bermanfaat.
Para perokok perlu merenungkan ayat berikut: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. ar-Rahman/55: 16 dst).
Barangkali karena manusia itu cenderung bandel, sulit mengubah kebiasaan buruk,
maka Allah merasa perlu mengulang ayat tersebut dalam surat ar-Rahman
sampai 31 kali. Dan hanya ayat ini satu-satunya yang diulang sebanyak
itu!
Jadi, secara edukatif, manusia yang bandel seperti perokok itu perlu
dinasehati berkali-kali, bila perlu sampai 31 kali, agar negeri tercinta
terbebas dari darurat rokok.
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh :
Muhbib Abdul Wahab
Post a Comment