BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan mempunyai peran penting dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan manusia menjadi cerdas,
memiliki skill, sikap hidup yang baik
sehingga dapat bergaul dengan baik di masyarakat dan dapat menolong dirinya sendiri,
keluarga, dan masyarakat. Untuk tercapainya pendidikan yang berkualitas, diperlukan
adanya dukungan dan peran serta dari semua pihak terutama yang menyangkut
masalah pembiayaan pendidikan. Pembiayaan pendidikan merupakan bagian yang
sangat penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini disebabkan
karena segala kegiatan pendidikan tentu memerlukan dana atau biaya.
Biaya merupakan salah satu unsur yang
sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Biaya pendidikan itu sendiri
adalah keseleruhan biaya yang berasal dari masyarakat, orang tua, dan
pemerintah baik itu bersifat uang maupun bersifat non uang (gagasan atau jasa).
Oleh karena itu, dalam pembiayaan
pendidikan dengan dana sebagai penunjang peningkatan mutu pendidikan diperlukan
adanya sumber penerimaan biaya pendidikan agar tujuan dari pendidikan dapat
tercapai dengan baik. Penerimaan dana penunjang mutu pendidikan tidak bisa
hanya menerima dari dana orangtua siswa atau dari dana SPP, tapi perlu juga
adanya bantuan-bantuan dari pemerintah.
Kemudian sumber penerimaan dalam biaya
pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses mengalokasikan sumber-sumber
pada kegiatan-kegiatan atau program-program pelaksanaan operasional pendidikan.
Lalu seperti apa jenis-jenis dan dasar teoritis dan dasar hukum sumber
penerimaan pembiayaan pendidikan, akan dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dan hakikat dari
sumber penerimaan?
2.
Apa saja jenis sumber penerimaan?
3.
Apa dasar teoritis dan dasar hukum
sumber penerimaan?
4.
Apa pengertian dari biaya
pendidikan?
C. Tujuan Masalah
1.
Dapat mengetahui pengertian dan
hakikat dari sumber penerimaan.
2.
Dapat mengetahui jenis sumber
penerimaan.
3.
Dapat mengetahui dasar teoritis
dan dasar hukum sumber penerimaan.
4.
Dapat mengetahui pengertian dari
biaya pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber Penerimaan
1.
Pengertian
Penerimaan merupakan dana yang
dibutuhkan oleh sekolah baik dari intern sekolah seperti iuran siswa maupun
bantuan dari luar seperti instansi pemerintah maupun swasta. Penerimaan keuangan
sekolah dari sumber-sumber dana perlu dibukukan berdasarkan prosedur
pengelolaan yang selaras dengan ketetapan yang disepakati, baik berupa konsep
teoritis maupun peraturan pemerintah. Penerimaan keuangan sekolah tersebut
bersumber dari pemerintah, penerimaan khusus untuk pendidikan seperti bantuan
atau pinjaman luar negeri yang diperuntukkan bagi pendidikan, uang sekolah dan
sumbangan sukarela dari orangtua maupun masyarakat (Siagian, t.th: 133).
Lembaga pendidikan
dalam melaksanakan tugasnya menerima dana dari berbagai sumber. Oleh sebab
itulah, dana- dana yang diterima tersebut perlu dikelola dengan baik dan benar.
Sumber-sumber dana pendidikan yang dimaksud antara lain meliputi: Anggaran
rutin (DIK); Anggaran pembangunan (DIP); Dana Penunjang Pendidikan (DPP); Dana
BP3; Donatur; dan lain-lain yang dianggap sah oleh semua pihak yang terkait.
Pendanaan pendidikan pada dasarnya bersumber dari pemerintah, orang tua dan
masyarakat (pasal 33 No. 2 tahun 1989).
Sejalan dengan adanya
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), sekolah dapat menggali dan mencari
sumber-sumber dana dari pihak masyarakat, baik secara perorangan maupun secara
melembaga, baik di dalam maupun di luar negeri, sejalan dengan semangat
globalisasi. Dana yang diperoleh dari berbagai sumber itu perlu digunakan untuk
kepentingan sekolah, khususnya kegiatan belajar mengajar secara efektif dan
efisien. Sehubungan dengan itu, setiap perolehan dana, pengeluarannya harus
didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan yang telah disesuaikan dengan rencana
anggaran pembiayaan sekolah (RAPBS).
2.
Jenis Sumber
Penerimaan
a.
Pemerintah Pusat
Pemerintah pusat membantu keuangan sekolah melalui
beberapa cara, antara lain mencakup yang berikut.
1)
Hibah (blockgrant)
dan dana bantuan biaya operasional kepada sekolah.
2)
Membayar gaji guru.
3)
Membantu sekolah untuk mengadakan proyek penggalangan dana
dengan menyediakan bantuan teknis termasuk bahan dan perlengkapan, serta
4)
Ikut mendanai pembangunan dan rehabilitasi bangunan sekolah.
Pemerintah juga melakukan kontribusi tidak langsung kepada sekolah. Misalnya,
melalui pelatihan kepala sekolah dan guru, menyiapkan silabus dan bahan, serta
melakukan pengawasan.
b.
Pemerintah Daerah
Di negara kita, urusan pendidikan dasar dan menengah
dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk
membangun sekolah, membayar gaji guru, menyediakan sarana fisik, fasilitas
ruang kelas, dan peralatan kantor sekolah dengan dana yang berasal dari APBD
dan APBN. Daerah yang memiliki pendapatan asli daerah yang tinggi, akan
memiliki peluang lebih besar untuk membantu pemenuhan kebutuhan dana
penyelenggaraan sekolah.
c.
Orang Tua Peserta didik
Kontribusi orang tua kemungkinan merupakan keharusan
karena pemerintah belum mampu mendanai seluruh kebutuhan dasar dana sekolah.
Hal ini umumnya terjadi di negara-negara berkembang seperti negara kita. Namun,
di negara maju yang pemerintahnya dapat membangun fasilitas pendidikan yang
baik, menyediakan guru yang cakap, dan menyediakan dana untuk berbagai program
sekolah; orang tua peserta didik masih berkehendak untuk menyumbang dana atau
berbagai peralatan yang diperlukan sekolah. Mereka ingin agar anak-anak mereka
memasuki dunia nyata dengan bekal pendidikan terbaik yang dapat mereka peroleh.
Mereka ingin anak-anak mereka memiliki keunggulan ketika memasuki dunia kerja.
Cara orang tua berkontribusi kemungkinan mencakup yang berikut :
1)
Membayar biaya pendidikan yang ditentukan secara resmi.
2)
Memberi kontribusi kepada komite sekolah.
3)
Membayar sumbangan untuk membangun fasilitas tertentu,
seperti perumahan bagi guru.
4)
Orang tua kemungkinan menyumbangkan tenaga dan keterampilan
tertentu dalam berbagai kegiatan seperti pekerjaan bangunan atau membantu dalam
pelatihan olah raga, atau bahkan mungkin dapat menggantikan guru yang tidak hadir.
5)
Membayar guru atas tambahan pelajaran di luar jam sekolah.
6)
Membayar pembelian buku pelajaran, alat tulis, sepatu dan
seragam sekolah, meja dan kursi, perpustakaan, dan dana kegiatan olah raga.
7)
Mendanai kesejahteraan anak-anak mereka, seperti uang transpor,
uang makan, dan sebagainya.
Kita perlu berasumsi bahwa semua orang tua dapat memberikan
kontribusi yang sama, apakah itu sifatnya finansial atau dalam bentuk-bentuk
kontribusi lainnya. Tingkat penghasilan orang tua di daerah perkotaan dan daerah
pedesaan tampaknya cukup berbeda, seperti halnya juga ukuran keluarga.
Diperlukan pendekatan yang sensitif oleh kepala sekolah. Kepala sekolah harus
mampu mengetahui perbedaan keadaan orang tua peserta didik dan kemudian memberi
kelonggaran bagi peserta didik yang orang tuanya kurang beruntung secara
ekonomi. Jika di satu pihak kepala sekolah harus menetapkan target yang cukup
ambisius untuk menggalang dana bagi sekolah, di lain pihak kepala sekolah juga
perlu menerima keadaan bahwa tidak semua orang dapat berkontribusi dalam kadar
yang sama.
Dalam upaya mendorong orang tua berkontribusi, Anda akan
perlu menargetkan upaya Anda itu pada mereka yang memiliki sarana, tetapi tidak
termotivasi. Untuk melayani keluarga yang kurang mampu, Anda perlu menyiapkan
dana dukungan beasiswa bagi mereka yang menunjukkan kemampuan akademik.
d.
Kelompok Masyarakat
Kelompok-kelompok
masyarakat seringkali termasuk sebagai sumber penting pendanaan sekolah.
Kelompok-kelompok ini dimobilisasi untuk melaksanakan tugas dari para tokohnya
(utamanya informal) di masyarakat, seperti kaum ulama. Di Indonesia, banyak
sekolah (swasta) yang dibangun dan diselenggarakan oleh kelompok-kelompok
masyarakat. Cara yang Anda identifikasi dalam memobilisasi dana kemungkinan
mencakup yang berikut :
1)
Memobilisasi kelompok-kelompok masyarakat dalam proyek
pengembangan sekolah.
2)
Melibatkan tokoh masyarakat dalam memobilisasi massa untuk
berpartisipasi secara efektif dalam proyek-proyek sekolah.
3)
Mengumpulkan dana untuk sekolah-sekolah di suatu wilayah.
4)
Melibatkan kelompok-kelompok masyarakat dan mantan peserta
didik dalam proyek swakarsa penggalangan dana.
5)
Memungut pajak khusus pendidikan dari warga masyarakat. Di
dalam masyarakat kemungkinan ada orang-orang yang juga memutuskan untuk
membantu satu atau beberapa sekolah dengan dana dalam jumlah cukup besar.
Adakalanya ada saja pengusaha yang ingin mendermakan sesuatu bagi satu atau
lebih sekolah. Kontribusi seperti ini hendaknya disambut dengan baik dan bahkan
sebaiknya didorong. Namun, pemerintah seyogianya perlu bersikap tegas terhadap
yayasan yang menyelenggarakan sekolah semata-mata untuk memperoleh keuntungan
finansial. Dewasa ini kecenderungan seperti itu telah semakin menggejala.
Fungsi sosial pendidikan telah mulai memudar berganti dengan penekanan pada
fungsi keuntungan ekonominya, khusus bagi para pengelolanya.
e.
Peserta didik
Para
peserta didik kemungkinan merupakan sumber penggalangan dana sekolah yang baik,
jika mereka tahu manfaatnya bagi diri mereka sendiri dan bagi sekolah. Berikut
adalah cara-cara pelibatan peserta didik Anda yang dapat dipertimbangkan:
1)
Pengumpulan dana melalui kegiatan seperti pertanian,
memelihara ayam petelur, membuat kerajinan tangan, dan lain-lain.
2)
Kegiatan pengumpulan dana; misalnya melalui konser musik,
tari, olahraga, pameran, bazar, atau turnamen.
f.
Yayasan
Ada
sekolah yang didirikan oleh lembaga keagamaan atau lembaga lain yang bukan
berdasarkan ideologi tertentu yang merupakan organisasi non pemerintah.
Masing-masing memiliki tujuan spesifik dalam mendirikan dan mengoperasikan
sekolahnya yang juga bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang cerdas dan
beradab. Yayasan ini memberikan dukungan finansial kepada sekolah dalam
berbagai bentuk, seperti bangunan, peralatan, dan sumber daya manusia.
Kemungkinan yayasan ini menyimpan dana di bank, yang kemudian diinvestasikan
dalam bentuk saham, dan lain-lain. Hasil yang diperoleh digunakan untuk
menyediakan dana pengoperasian sekolah.
3.
Hakikat dan Dasar Teoritis Sumber Penerimaan
Menurut Siagian, Penerimaan keuangan sekolah
tersebut bersumber dari pemerintah, penerimaan khusus untuk pendidikan seperti
bantuan atau pinjaman luar negeri yang diperuntukkan bagi pendidikan, uang
sekolah dan sumbangan sukarela dari orangtua maupun masyarakat (Siagian, t.th:
133).
Selain itu, pada bagian lain Nanang
Fattah juga menjelaskan bahwa biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang
berkaitan satu sama lain, yaitu sisi penerimaan dan pengeluaran untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan. Biaya penerimaan adalah pendapatan yang diperoleh setiap
tahun oleh sekolah dari berbagai sumber resmi dan diterima secara teratur.
Untuk sekolah dasar negeri, umumnya memiliki sumber-sumber anggaran penerimaan,
yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat sekitar,
orangtua murid, dan sumber lain. Sedangkan biaya dasar pengeluaran adalah
jumlah uang yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan pelaksanaan
pendidikan di sekolah. Belanja sekolah sangat ditentukan oleh komponen-komponen
yang jumlah dan proporsinya bervariasi di antara sekolah yang satu dan daerah
yang lainnya. Sisi penerimaan atau perolehan biaya ditentukan oleh besarnya
dana yang diterima oleh lembaga dari setiap sumber dana. Besarnya, dalam
pembahasan pembiayaan pendidikan, sumber-sumber biaya itu dibedakan dalam tiap
golongan, yaitu pemerintah, masyarakat, orangtua dan sumber-sumber lain
(Fattah, 2006: 48).
4.
Dasar Hukum Sumber Penerimaan
a.
UUD 1945
Pembiayaan
pendidikan telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV)
yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya; pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang; negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penye-lenggaraan
pendidikan nasional; pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
b.
Undang-undang No. 23 tahun 2013
tentang Sistem Pendidikan Nasional
UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional lebih lanjut telah mengatur beberapa
pasal yang menjelaskan pendanaan pendidikan yaitu pada Pasal 11 Ayat 2
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai
lima belas tahun. Lebih lanjut pada Pasal 12, Ayat (1) disebutkan bahwa setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi
yang berprestasi yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya dan
mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orangtuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya. Di samping itu disebutkan pula bahwa setiap peserta didik
berkewajiban ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi
peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c.
Peraturan Pemerintah No. 19/2005
tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan
Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pada Bab IX: Standar
Pembiayaan, Pasal 62 disebutkan bahwa:
1)
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya
operasi, dan biaya personal.
2)
Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan
sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
3)
Biaya personal sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi
biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
4)
Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) meliputi:
a)
Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan
yang melekat pada gaji.
b)
Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
c)
Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi,
konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
5)
Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
d.
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 48 tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan
1.
Tanggung jawab pendanaan pendidikan: Pasal 2 ayat (1)
menyatakan pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a)
Penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat;
b)
Peserta didik, orang tua atau wali peserta didik; dan
c)
Pihak lain selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b
yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
2.
Sumber Pendanaan Pendidikan Pasal 50:
a)
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip
keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan.
b)
Prinsip keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berarti
bahwa besarnya pendanaan pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat mdisesuaikan dengan kemampuan masing- masing.
c)
Prinsip kecukupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berarti
bahwa pendanaan pendidikan cukup untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan
yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
d)
Prinsip keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berarti bahwa pendanaan pendidikan dapat digunakan secara berkesinambungan
untuk memberikan layanan pendidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
3.
Pasal 51
a)
Pendanaan pendidikan bersumber dari Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat.
b)
Dana pendidikan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat bersumber dari:
1)
Anggaran Pemerintah;
2)
Anggaran pemerintah daerah;
3)
Bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau
4)
Sumber lain yang sah.
c)
Dana pendidikan penyelenggara atau satuan pendidikan yang
didirikan masyarakat dapat bersumber dari Pendiri penyelenggara atau satuan
pendidikan yang didirikan masyarakat; bantuan dari masyarakat, di luar peserta
didik atau orang tua /walinya; Bantuan Pemerintah; Bantuan pemerintah daerah;
Bantuan pihak asing yang tidak mengikat; Hasil usaha penyelenggara atau satuan
pendidikan; dan/atau Sumber lainnya yang sah.
e.
Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pasal 70 ; Realisasi
penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan Pemerintah dibukukan dan dilaporkan
sesuai standar akuntasi yang berlaku bagi instansi Pemerintah.
f.
Pasal 72 Realisasi penerimaan dan pengeluaran dana pendidikan
satuan pendidikan dibukukan dan dilaporkan sesuai standar akuntasi keuangan
nirlaba yang berlaku bagi satuan pendidikan.
B.
Biaya Pendidikan
Menurut Purwanto (2002:12),“Biaya dapat
diartikan sebagai pengorbanan yang diberikan untuk setiap kegiatan dalam rangka
mencapai suatu tujuan.”Biaya merupakan suatu dampak yang diterima oleh
seseorang atau kelompok, baik dari aspek keuangan atau sumber daya lain setelah
yang bersangkutan melaksanakan kegiatan atau diberikan layanan. Keuangan dan
pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukandan merupakan bagian yang
tak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan
pembiayaan pada madrasah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya
kegiatan proses belajar mengajar di madrasah bersama komponen yang lain
(Mulyasa, 2002: 47-48).
Menurut Simangunsong biaya adalah
pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dengan uang yang telah terjadi atau
kelak akan terjadi, untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi pembiayaan dapat
diartikan sebagai kegiatan pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dengan uang
telah atau kelak akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Pengertian
tersebut mempunyai unsur sebagai berikut:
1.
Sumber ekonomi
2.
Alat ukur (berupa
uang)
3.
Waktu (telah terjadi
atau akan terjadi)
4.
Tujuan yang akan
dicapai dengan adanya pengorbanan sumber ekonomi tersebut (Simangunsong, 1992 :
1).
Pemikiran paling optimis mengenai
posisi biaya dikaitkan dengan mutu pendidikan menggariskan bahwa biaya
merupakan fungsi mutu. Kata lainnya, hubungan antara pertambahan biaya
pendidikan dengan peningkatan mutu pendidikan bersifat linier.
Istilah biaya pendidikan sering kali
dipadankan dengan pengeluaran pada
pendidikan. Biaya pendidikan dalam cakupan ini memiliki pengertian yang luas, yaitu semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan, baik dalam bentuk uang
maupun barang dan tenaga (yang dinyatakan dengan satuan moneter) (Supriadi, 2006:3). Biaya mengacu ke total biaya kesempatan suatu projek (sumber daya
sebenarnya digunakan) yang digunakan
untuk perencanaan jangka panjang. Pengeluaran menunjukkan pada pembelian barang dan jasa, bangunan sekolah, perlengkapan dan lainnya. Pengeluaran
valid untuk analisis alokasi. Seperti
biaya pribadi yaitu biaya yang dikorbankan oleh murid atau keluarganya, yang berupa biaya langsung (fee, dikurangi rata-rata nilai beasiswa jika menggunakan dana
pemerintah, buku-buku, dan sebagainya.)
dan biaya tidak langsung (penghasilan yang hilang) (Latchanna dan Hussein,
2007:51—52).
Jadi biaya pendidikan merupakan jumlah
uang yang dihasilkan dan bisa dibelanjakan untuk berbagai keperluan untuk
mencapai tujuan yang direncanakan dalam pendidikan.
BAB III
PENUTUP
Salah satu faktor penyebab masih
banyaknya anak usia sekolah yang tdak bersekolah adalah terbatasnya kemampuan
ekonomi keluarga untuk membayar biaya pendidikan yang dituntut oleh sekolah dan
lembaga pendidikan, baik negeri mapun swasta.
Pendidikan yang hanya didanai secara
murah menyebabkan mutu penyelenggaraan dan layanannya rendah, sedangkan mutu
penyelenggaraan dan layanan yang rendah pada gilirannya kurang bisa
menghasilkan lulusan yang diharapkan. Jadi satu faktor penting dalam
peningkatan mutu pendidikan dan lulusan pendidikan adalah pendanaan pendidikan
yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA
Fattah Nanang, DR,. Ekonomi &
Pembiayaan Pendidikan, PT Remaja Rosdkarya, Bandung;
2004
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.
Peraturan Pemerintah
No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan
Siagian, Harban,
t.th., Administrasi Pendidikan Suatu Pendekatan Sistemik, Semarang: Penerbit
Satya Wacana
Supriadi Dedi, Prof. Dr, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, PT
Remaja Rosdakarya, Bandung; 2004.
Undang-undang No. 23
tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Post a Comment